Orang Tua, Jangan Lupa Pesan Anda Sendiri !
Jangan lupa pesan orang tua, itu yakni kalimat yang sering diucapkan di indera pendengaran kita untuk merefresh memori kita akan nasehat mereka; akan mensuplay energi bagi gerakan badan kita. Kalimat itu juga kan memotivasi kita untuk bergerak maju, alasannya biasanya nasehat mereka menganjurkan kita untuk menjadi lebih baik.
“Kamu harus menjadi dokter, nak”. ”kamu harus sanggup jadi insinyur, nak”. “Kamu harus sanggup jadi Bupati, nak”. Terkadang nasehat mereka berupa ajakan untuk meraih sebuah profesi secara spesifik menyerupai itu. Karena dalam citra mereka profesi itulah yang sanggup mengangkat martabat keluarga; atau sanggup dibanggakan di desanya.
Ada juga nasehat yang hanya berupa ungkapan global saja, “Nak, belajarlah setinggi-tingginya, kau harus lebih pandai dari orang tuamu”. Nasehat inilah yang lebih sering diucapkan oleh orang tua. Karena, mereka tidak tahu harus “memaksa” ke mana arah impian anaknya. Namun, dengan berguru rajin, mencari ilmu hingga ke negeri seberang, anaknya akan menjadi lebih baik dari orang tuanya; hidupnya akan lebih mapan dari kehidupan orang tuanya.
Si anak pun terus mengingat selalu pesan itu. Ia berguru dengan giat. Bukan hanya melampaui ilmu orang tuannya, bahkan mengungguli kepintaran teman-temannya. Terima kasih ayah-ibu, nasehatmu menjadi roda penyemangatku.
Akan tetapi, saat si anak mudik bertemu dengan orang tuanya, kenyataan yang dihadapi si anak sungguh berbeda. Ketika si anak menandakan pada orang tuanya wacana beberapa kesalahan dalam tradisi masyarakat, baik itu kesalahan ditinjau dari sisi agama ataupun dari pandangan scient. Maka, yang didapati si anak yakni penolakan orang bau tanah terhadap klarifikasi anaknya.
“Kamu, anak kecil sudah berani mengajari orang tua. Ini sudah tradisi kita turun temurun, kau gres sekolah sebentar saja sudah berani menyalahkan nenek moyang kita”. Itulah kata-kata penolakan orang bau tanah pada si anak.
Sebenarnya, si anak sanggup saja menjawab, “dulu bapak suruh saya menuntut ilmu yang tinggi, biar sanggup lebih pandai dari bapak. Sekarang, sesudah saya berhasil mewujudkan keinginan bapak, malah bapak sendiri orang pertama yang menghina ilmu saya, yang tidak mengakui keilmuan saya”. Akan tetapi, anak yang pandai itu yakni anak sholeh, dia tidak mau mengangkat bunyi untuk membantah orang tuanya. Masih ada cara dakwah lain yang akan ditempuhnya secara pelan-pelan.
Biarlah ulisan ini yang akan menasehati para orang tua, ataupun kita yang akan menjadi orang bau tanah kelak. Janganlah lupa akan nasehat anda sendiri pada anak anda dahulu. Kalau memang yang dijelaskannya yakni benar-benar punya dasar ilmu yang kuat, menyerupai dasar Al Alquran dan Sunnah Rasulullah dalam permasalahan agama, maka kenapa kita harus menolak suatu hal ilmiah hanya alasannya sebuah tradisi yang tidak kita tahu siapa yang pertama mengarangnya.
Janganlah kita orang tua, menjadi orang pertama yang menentang anak kita menjadi anak yang sholeh. Seharusnya kita lah yang mendukung mereka, alasannya amalan sholeh mereka sanggup menjadi syafaat untuk kita di hari simpulan zaman nanti.
Ketika putri kita pulang kampung, pakaiannya sudah menutup aurat, menggunakan jilbab yang lebar, atau bahkan menggunakan cadar. Janganlah kita orang yang pertama memarahinya. Jadilah pendukungnya, alasannya dia telah berpakaian separti istrinya Rasulullah.
Marilah kita jadi cukup umur dalam bersikap. Walaupun bahu-membahu kami (penulis) aib mengajak orang bau tanah untuk berpikir dewasa. Tapi, mau bagaimana lagi, masih ada saja otak anak kecil yang disimpan dalam kepala orang tua. Ingatlah nasehat kita dulu. Berilah kesempatan dan dukunngan bagi anak kita untuk mengangkat derajatnya di dunia dan di akhirat.
0 Response to "Orang Tua, Jangan Lupa Pesan Anda Sendiri !"
Post a Comment